Budaya : Keraton Ngayogyakarta
Budaya : Keraton Ngayogyakarta
Budaya merupakan suatu
peninggalan sejarah dari nenek moyang kita yang dituturkan dalam berbagai cara.
Budaya merupakan suatu warisan yang harus dipertahankan dan dilestarikan. Suatu
kebudayaan dapat dimodifikasi sesuai jaman dan bisa juga membuat unsur otentik
tersebut hilang.
Pada sesi kali ini, saya
akan membahas tentang suatu budaya yang berasal dari Yogyakarta. Yogyakarta
merupakan suatu daearah yang memiliki otonomi daerah yang khusus. Daerah Istimewa
Yogyakarta memiliki suatu gubernur atau raja yang disebut Hamengku Buwana.
Pertama, saya akan
membahas tentang Prajurit Keraton Yogyakarta. Prajurit Keraton Yogyakarta
dahulu berfungsi sebagai angkatan bersenjata yang terdiri dari kesatuan -
kesatuan infanteri dan kavaleri yang dilengkapi dengan senjata api, senapan,
meriam, disamping senjata tajam seperti keris, tombak, panah, pedang dan
sebagainya.
Namun setelah kekuasaan kolonial Inggris dan Belanda,
kekuatan prajurit keraton berangsur - angsur dikurangi, sampai akhirnya tidak
mempunyai fungsi militer. Dalam pendudukan Jepang (1940 an), prajurit keraton
dibubarkan. Pada tahun 1971, dalam festival Empat Kraton Jawa, prajurit keraton
dibangun kembali. Dalam pemerintahan Hamengku Buwana IX dan Sultan Hamengku
Buwana X, prajurit keraton disusun kembali untuk berbagai upacara seperti Garebeg,
pariwisata dan acara lain.
Saat ini Prajurit Keraton Yogyakarta terdiri dari
sebelas kesatuan lengkap dengan masing - masing uniform, persenjataan dan
bendera sendiri. Yaitu :
1. Wirobrojo;
dengan bendera Guloklopo
![]() |
Bendera Guloklopo |
2. Daeng;
dengan bendera Bahningsari
![]() |
Bendera Bahningsari |
3. Patangpuluh;
dengan bendera Cokrogoro
4. Jogokariyo;
dengan bendera Papasan

5. Prawirotomo;
dengan bendera Genirogo

6. Nyutro
Merah; dengan bendera Padangngisepsari

Nyutro Hitam; dengan bendera
Padmosrikresno

7. Ketanggung;
dengan bendera Cokroswandono

8. Mantrijero;
dengan bendera Purnomosidi

9. Bugis
(Prajurit Kepatihan); dengan bendera Wulandadari

10. Surokraso
(Prajurit Kadipaten); dengan bendera Pareanom

11. Lombok-abang
(Prajurit Pakualaman)
Kemudian kita akan
membahas tentang beberapa Seni, Musik serta Tari Klasik dan Rakyat Tradisional.
Terdapat beberapa jenis seni, musik, dan tari dalam arti klasik dan rakyat
tradisional. Disni, musik klasik merupakan karawitan gamelam dengan gaya
Yogyakarta, atau dikenal dengan gaya Mataraman. Gaya ini dapat dikenali
terutama dengan suara keras gending-gending “soran”. Beberapa gending tersebut
akan dipergelarkan oleh karawitan gamelan.
Tari-tarian klasik juga dipergelarkan dalam gaya
Yogyakarta atau Mataraman. Gaya tari ini dapat dibedakan dalam beberapa kategori,
baik untuk pria atau wanita. Bentuk tari pria dibagi dalam bentuk halus
(alusan) dan gagah (gagahan). Pada umumnya, bentuk-bentuk tari tersebut
menggambarkan karakter-karakter dalam cerita Mahabarata dan Ramayana, serta
cerita Menak Arabia.
Musik dan tarian rakyat berasal dari empat kabupaten
dari Yogyakarta :
1. Angguk
dari Kabupaten Sleman
2. Reog
dari Kabupaten Bantul
3. Jatilan
dari Kabupaten Kulonprogo
4. Campursari
dari Kabupaten Gunungkidul
5. Bancak-Doyok
dari Kota Yogyakarta.
Untuk seni wayang, saya
akan memaparkan sedikit tentang Wayang Golek-Menak. Wayang Golek-Menak adalah
bentuk pertunjukan wayang yang terbuat dari kayu dan dimainkan oleh seorang
dalang. Berbeda dengan wayang golek Sunda, yang didasarkan atas episode Mahabarata
dan Ramayana, wayang golek-menak berasal dari Serat Menak karya KRT Yasadipura.
Karakter-karakter wayang golek-menak bernuansa Islami. Para pemerannya juga
bernama Muslim, seperti Amir Ambyah, Imam Suwangsa, Umarmaya. Namun demikian
pengaruh dari kulit dari Mahabarata dan Ramayana sangat besar.

Kemudian terdapat suatu
tari tradisional bernama Golek-Menak. Tari golek menak merupakan versi wayang
golek yang ditarikan sebagai wayang orang. Tari Golek-Menak merupakan ciptaan
dari Sri Sultan Hamengku Buwana IX. Tari Golek-Menak ini dikembangkan sejak
tahun 1941 dengan mengangkat gerak wayang-golek yang terbuat dari kayu dengan
gerakan ekspresif, kadang-kadang patah-patah, dipadukan dengan gerak tari
klasik tradisional keraton yang lembut dan ritmis.

Kemudian terdapat suatu
event atau upacara yang bernama Upacara Garebeg. Garebeg merupakan upacara
tradisional-seremonial keraton dan rakyat Yogyakarta yang mengandung
nilai-nilai religius, kultural, sosial, dan ekonomis dalam bentuk prosesi
tumpeng raksasa (Gunungan) yang berisi bahan-bahan pangan dari sultan untuk
rakyat yang dibawa dan dikawal oleh prajurit keraton, dan dielu-elukan oleh
rakyat (Ginarebeg) dalam rangka peringatan hari-hari besar keagamaan Islam.
Nilai religius karena Garebeg diadakan pada peringatan
hari kelahiran Nabi Muhamad SAW (Garebeg Mulud), Idul Fitri (Garebeg Sawal) dan
Idul Adha (Garebeg Besar). Makna kultural karena Garebeg merupakan
tradisi-budaya Kerajaan Islam sejak dari Demak ke Pajang, ke Mataram, ke
Kartosuro, ke Surakarta Hadiningrat dan ke Ngayogyakarta Hadiningrat. Nilai
sosial karena gunungan yang berjumlah enam buah melambangkan kepedulian
pemimpin kepada rakyatnya sehingga menunjukan falsafah “manunggaling
kawula-gusti”. Makna ekonomis, karena gunungan yang terdiri dari bahan pangan,
sayuran, dan buah-buahan menunjukkan kemakmuran rakyat.
Upacara Garebeg menggunakan beberapa gunungan
(paraden), yaitu :
1. Gunungan
Kakung (gunungan pria); yang terutama terdiri dari kacang panjang, cabe merah
dan hijau, serta bahan makanan lainnya
2. Gunungan
Estri (gunungan wanita); yang terutama terdiri dari kue kering dari beras
(rengginan)
3. Gunungan
Darat (gunungan datar); serupa dengan gunungan estri tetapi lebih kecil dan
datar.
4. Gunungan
Pawuhan (gunungan sampah); terdiri dari sisa-sisa bahan pembuatan gunungan
lain.
5. Gunungan
Kukus (gunungan berasap); serupa dengan gunungan kakung tetapi mengeluarkan
asap, dan dikeluarkan hanya tiap tahun Dal (delapan tahun sekali)

Sumber :
- http://27.123.222.116/foto/view/20130924/201222/drama-tari-golek-menak-pastha-anglari-pasthi
- https://talkekaprasetya.wordpress.com/2014/07/09/budayamakananciri-khas-yogyakarta/
- http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/03/16/49437
- https://id.wikipedia.org/wiki/Prajurit_Keraton_Ngayogyakarta_Hadiningrat
Komentar
Posting Komentar