TugasII_3IA20_AntoniusRovianoWH
I.
Sejarah dan Pengertian Desain Komunikasi Visual (DKV)
Sejak jaman pra-sejarah manusia telah mengenal dan
mempraktekkan komunikasi visual. Bentuk komunikasi visual pada jaman ini antara
lain adalah piktogram yang digunakan untuk menceritakan kejadian sehari-hari
pada Jaman Gua (Cave Age), bentuk lain adalah hieroglyphics yang digunakan oleh
bangsa Mesir. Kemudian seiring dengan kemajuan jaman dan keahlian manusia,
bentuk-bentuk ini beralih ke tulisan, contohnya prasasti, buku, dan lain-lain.
Dengan perkembangan kreatifitas manusia, bentuk tulisan ini berkembang lagi
menjadi bentuk-bentuk yang lebih menarik dan komunikatif, contohnya seni
panggung dan drama; seperti sendratari Ramayana, seni pewayangan yang masih
menjadi alat komunikasi yang sangat efektif hingga sekarang.
Sebagai suatu profesi, desain komunikasi visual baru
berkembang sekitar tahun 1950-an. Sebelum itu, jika seseorang hendak
menyampaikan atau mempromosikan sesuatu secara visual, maka ia harus
menggunakan jasa dari bermacam-macam “seniman spesialis”. Spesialis-spesialis
ini antara lain adalah visualizers (seniman visualisasi); typographers (penata
huruf), yang merencanakan dan mengerjakan teks secara detil dan memberi
instruksi kepada percetakan; illustrators, yang memproduksi diagram dansketsa
dan lain-lain.
Dalam perkembangannya, desain komunikasi visual telah
melengkapi pekerjaan dari agen periklanan dan tidak hanya mencakup periklanan,
tetapi juga desain majalah dan surat kabar yang menampilkan iklan
tersebut.Desainer komunikasi visual telah menjadi bagian dari kelompok dalam
industri komunikasi – dunia periklanan, penerbitan majalah dan surat kabar,
pemasaran dan hubungan masyarakat (public relations).
II.
Perbedaan Desain Komunikasi Visual (DKV) dan Seni Murni
Desain Komunikasi Visual bukan seni murni. Seorang
seniman pada bidang seni murni terkadang mempunyai penonton atau pengamat hanya
satu (seniman itu sendiri), dimana karya seni tersebut merupakan ekspresi emosi
dan perasaan dari seniman itu sendiri yang pada akhirnya bertujuan untuk
memuaskan diri seniman tersebut. Sedangkan seorang desainer komunikasi visual
menghadapi lebih dari satu pengamat yang kadangkala bisa mencapai jutaan orang,
dimana desainer itu harus dapat memahami dan menginterpretasikan permintaan
seseorang atau sekelompok orang ke dalam suatu karya desain yang pada akhirnya
bertujuan untuk memuaskan orang atau sekelompok orang itu.
Seringkali desain komunikasi visual tampak seperti seni
murni, dan sebaliknya seni murni dapat tampak seperti desain komunikasi visual.
Bahan dan teknik yang digunakan juga hampir sama, tetapi maksud dan tujuan
masing-masingnya berbeda. Seniman dan desainer, keduanya berusaha memecahkan
problem visual, tetapi seniman murni bertujuan lebih untuk memuaskan diri;
sedangkan desainer harus menggerakkan sekelompok orang untuk menghadiri suatu
acara, mengikuti petunjuk, memahami peta suatu lokasi atau membeli suatu
produk.
Desain komunikasi visual memegang peranan yang sangat
penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Kemanapun kita pergi, kita akan
menjumpai informasi-informasi yang berkomunikasi secara visual. Tanda-tanda dan
rambu-rambu lalu lintas, poster-poster promosi tentang restoran, hotel dan lain
sebagainya, semua dapat memberikan informasi kepada pengamatnya yang terdiri
dari berbagai kelompok usia dan berasal dari berbagai kalangan dan golongan.
Hal ini juga yang membedakan desain komunikasi visual dari seni murni, di mana
desain komunikasi visual harus bersifat universal (dapat dimengerti oleh semua
orang), sedangkan dalam seni murni lebih bersifat emosional, di mana maksud
dari seniman itu tidak harus dapat diartikan dan dibaca oleh orang lain.
III.
Elemen-elemen Desain Komunikasi Visual
Untuk dapat berkomunikasi secara visual, seorang desainer
menggunakan elemen-elemen untuk menunjang desain tersebut. Elemen-elemen yang
sering digunakan dalam desain komunikasi visual antara lain adalah tipografi,
simbolisme, ilustrasi dan fotografi. Elemen-elemen ini bisa digunakan
sendiri-sendiri, bisa juga digabungkan.
Tidak banyak desainer komunikasi visual yang sangat
“fasih” di setiap bidang ini, tetapi kebanyakan mempunyai kemampuan untuk
bervisualisasi. Seorang desainer komunikasi visual harus mengenal elemen-elemen
ini. Jika ia tidak dapat mengambil sebuah foto tentang kejadian tertentu, maka
ia harus tahu fotografer mana yang mampu, bagaimana mengemukakan keinginannya
dan bagaimana memilih hasil akhir yang baik untuk direproduksi. Ia juga harus
dapat membeli dan menggunakan ilustrasi secara efektif, dan seterusnya.
1. Desain
danTipografi
Tipografi adalah seni menyusun huruf-huruf sehingga dapat
dibaca tetapi masih mempunyai nilai desain. Tipografi digunakan sebagai metode
untuk menerjemahkan kata-kata (lisan) ke dalam bentuk tulisan (visual). Fungsi
bahasa visual ini adalah untuk mengkomunikasikan ide, cerita dan informasi
melalui segala bentuk media, mulai dari label pakaian, tanda-tanda lalu lintas,
poster, buku, surat kabar dan majalah. Karena itupekerjaan seorang tipografer
(penata huruf) tidak dapat lepas dari semua aspek kehidupan sehari-hari.
Menurut Nicholas Thirkell, seorang tipographer terkenal,
pekerjaan dalam tipografi dapat dibagi dalam dua bidang, tipografer dan
desainer huruf (type designer). Seorang tipografer berusaha untuk mengkomunikasikan
ide dan emosi dengan menggunakan bentuk huruf yang telah ada, contohnya
penggunaan bentuk Script untuk mengesankan keanggunan, keluwesan, feminitas,
dan lain-lain. Karena itu seorang tipografer harus mengerti bagaimana orang
berpikir dan bereaksi terhadap suatu image yang diungkapkan oleh huruf-huruf.
Pekerjaan seorang tipografer memerlukan sensitivitas dan kemampuan untuk
memperhatikan detil. Sedangkan seorang desainer huruf lebih memfokuskan untuk
mendesain bentuk huruf yang baru.
Saat ini, banyak diantara kita yang telah terbiasa untuk
melakukan visualisasi serta membaca dan mengartikan suatu gambar atau image.
Disinilah salah satu tugas seorang tipografer untuk mengetahui dan memahami
jenis huruf tertentu yang dapat memperoleh reaksi dan emosi yang diharapkan
dari pengamat yang dituju.
Dewasa ini, selain banyaknya digunakan ilustrasi dan
fotografi, tipografi masih dianggap sebagai elemen kunci dalam Desain
Komunikasi Visual. Kurangnya perhatian pada pengaruh dan pentingnya elemen
tipografi dalam suatu desain akan mengacaukan desain dan fungsi desain itu
sendiri. Contohnya bila kita melihat brosur sebuah tempat peristirahatan
(resor), tentunya kita akan melihat banyak foto yang menarik tentang tempat dan
fasilitas dari tempat tersebut yang membuat kita tertarik untuk mengunjungi
tempat tersebut untuk bersantai. Tetapi bila dalam brosur tersebut digunakan
jenis huruf yang serius atau resmi (contohnya jenis huruf Times), maka kesan
santai, relax dan nyaman tidak akan ‘terbaca’ dalam brosur tersebut.
2. Desain
dan Simbolisme
Simbol telah ada sejak adanya manusia, lebih dari 30.000
tahun yang lalu, saat manusia prasejarah membuat tanda-tanda pada batu dan
gambar-gambar pada dinding gua di Altamira, Spanyol. Manusia pada jaman ini
menggunakan simbol untuk mencatat apa yang mereka lihat dan kejadian yang
mereka alami sehari-hari.
Dewasa ini peranan simbol sangatlah penting dan
keberadaannya sangat tak terbatas dalam kehidupan kita sehari-hari. Kemanapun
kita pergi, kita akan menjumpai simbol-simbol yang mengkomunikasikan pesan
tanpa penggunaan kata-kata. Tempat-tempat umum seperti pusat perbelanjaan,
hotel, restoran, rumah sakit dan bandar udara; semuanya menggunakan simbol yang
komunikatif dengan orang banyak, walaupun mereka tidak berbicara atau menggunakan
bahasa yang sama.
Simbol sangat efektif digunakan sebagai sarana informasi
untuk menjembatani perbedaan bahasa yang digunakan, contohnya sebagai komponen
dari signing systems sebuah pusat perbelanjaan. Untuk menginformasikan letak
toilet, telepon umum, restoran, pintu masuk dan keluar, dan lain-lain digunakan
simbol.
Bentuk yang lebih kompleks dari simbol adalah logo. Logo
adalah identifikasi dari sebuah perusahaan, karena itu suatu logo mempunyai
banyak persyaratan dan harus dapat mencerminkan perusahaan itu. Seorang
desainer harus mengerti tentang perusahaan itu, tujuan dan objektifnya, jenis
perusahaan dan image yang hendak ditampilkan dari perusahaan itu. Selain itu
logo harus bersifat unik, mudah diingat dan dimengerti oleh pengamat yang dituju.
3. Desain
dan Ilustrasi
Ilustrasi adalah suatu bidang dari seni yang
berspesialisasi dalam penggunaan gambar yang tidak dihasilkan dari kamera atau
fotografi (nonphotographic image) untuk visualisasi. Dengan kata lain,
ilustrasi yang dimaksudkan di sini adalah gambar yang dihasilkan secara manual.
Pada akhir tahun 1970-an, ilustrasi menjadi tren dalam
Desain Komunikasi Visual. Banyak orang yang akhirnya menyadari bahwa ilustrasi
dapat juga menjadi elemen yang sangat kreatif dan fleksibel, dalam arti
ilustrasi dapat menjelaskan beberapa subjek yang tidak dapat dilakukan dengan
fotografi, contohnya untuk untuk menjelaskan informasi detil seperti cara kerja
fotosintesis.
Seorang ilustrator seringkali mengalami kesulitan dalam
usahanya untuk mengkomunikasikan suatu pesan menggunakan ilustrasi, tetapi jika
ia berhasil, maka dampak yang ditimbulkan umumnya sangat besar. Karena itu
suatu ilustrasi harus dapat menimbulkan respon atau emosi yang diharapkan dari
pengamat yang dituju. Ilustrasi umumnya lebih membawa emosi dan dapat bercerita
banyak dibandingkan dengan fotografi, hal ini dikarenakan sifat ilustrasi yang
lebih hidup, sedangkan sifat fotografi hanya berusaha untuk “merekam” momen
sesaat.
Saat ini ilustrasi lebih banyak digunakan dalam cerita
anak-anak, yang biasanya bersifat imajinatif. Contohnya ilustrasi yang harus
menggambarkan seekor anjing yang sedang berbicara atau anak burung yang sedang
menangis karena kehilangan induknya atau beberapa ekor kelinci yang sedang
bermain-main. Ilustrasi-ilustrasi yang ditampilkan harus dapat merangsang
imajinasi anak-anak yang melihat buku tersebut, karena umumnya mereka belum
dapat membaca.
4. Desain
dan Fotografi
Ada dua bidang utama di mana seorang desainer banyak
menggunakan elemen fotografi, yaitu penerbitan (publishing) dan periklanan
(advertising). Beberapa tugas dan kemampuan yang diperlukan dalam kedua bidang
ini hampir sama. Menurut Margaret Donegan dari majalah GQ, dalam penerbitan
(dalam hal ini majalah) lebih diutamakan kemampuan untuk bercerita dengan baik
dan kontak dengan pembaca; sedangkan dalam periklanan (juga dalam majalah)
lebih diutamakan kemampuan untuk menjual produk yang diiklankan tersebut.
Referensi :
Komentar
Posting Komentar